Bersegeralah Beramal Sholeh Sebelum Datang Musibah
“Bersegeralah
melakukan kebaikan sebelum datang fitnah (musibah) seperti potongan
malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu pagi dalam keadaan beriman
dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada pula yang sore hari dalam
keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan kafir. Ia menjual
agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia.” Inilah satu hadits yang
akan kita kaji di kesempatan pagi ini.
Berlomba-lombalah dalam Kebaikan
Allah
Ta’ala berfirman,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“
Berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (QS. Al Baqarah: 148).
Maksud ayat ini kata Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin adalah
jadilah yang nomor satu dalam melakukan kebaikan. (
Syarh Riyadhus Sholihin, 2: 6).
Begitu juga Allah
Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imran: 133).
Di antara perintah untuk bersegera dalam kebaikan yaitu perintah untuk menduduki shaf pertama. Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“
Sebaik-baik shaf laki-laki adalah shaf pertama dan yang jelek
adalah yang terakhir. Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang terakhir
dan yang jelek adalah yang awal.” (HR. Muslim no. 440). Lihatlah di sini, ini adalah perintah yang menandakan untuk segera melakukan kebaikan.
Bersegeralah Melakukan Kebaikan Sebelum Datang Musibah
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَادِرُوا
بِالأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ
مُؤْمِنًا وَيُمْسِى كَافِرًا أَوْ يُمْسِى مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا
يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
“
Bersegeralah melakukan amalan sholih sebelum datang fitnah
(musibah) seperti potongan malam yang gelap. Yaitu seseorang pada waktu
pagi dalam keadaan beriman dan di sore hari dalam keadaan kafir. Ada
pula yang sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari dalam keadaan
kafir. Ia menjual agamanya karena sedikit dari keuntungan dunia” (HR. Muslim no. 118).
Hadits ini berisi perintah untuk bersegera melakukan amalan sholih.
Yang disebut amalan sholih adalah jika memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas
pada Allah dan mengikuti tuntunan Rasul -
shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Jika tidak memenuhi syarat ini, suatu amalan tidaklah diterima di sisi Allah.
Dalam hadits ini dikabarkan bahwa akan datang fitnah seperti potongan
malam. Artinya fitnah tersebut tidak terlihat. Ketika itu manusia tidak
tahu ke manakah mesti berjalan. Ia tidak tahu di manakah tempat keluar.
Fitnah boleh jadi karena
syubuhaat (racun pemikiran), boleh jadi timbul dari
syahwat (dorongan hawa nafsu untuk bermaksiat).
Fitnah di atas itu diibaratkan dengan potongan malam yang sekali lagi
tidak diketahui. Sehingga seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman
dan sore harinya dalam keadaan kafir. Dalam satu hari, bayangkanlah ada
yang bisa demikian. Atau ia di sore hari dalam keadaan beriman dan di
pagi harinya kafir. Mereka bisa menjadi kafir karena menjual agamanya.
Bagaimanakah bisa menjual agama? Menjual agama yang dimaksud di sini adalah menukar agama dengan harta, kekuasaan, kedudukan atau bahkan dengen perempuan.
Pelajaran lainnya dari hadits ini:
1- Wajibnya berpegang teguh dengan agama.
2- Bersegera dalam amalan sholih sebelum datang cobaan yang merubah keadaan.
3- Fitnah akhir zaman begitu menyesatkan. Satu fitnah datang dan akan berlanjut pada fitnah berikutnya.
4- Jika seseorang punya kesempatan untuk melakukan satu kebaikan, maka segeralah melakukannya, jangan menunda-nunda.
5- Jangan menukar agama dengan dunia yang murah.
Semoga Allah memberi kita taufik untuk bersegera dalam kebaikan dan terus menjaga agama kita.
—
Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 150.
Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H, 2: 16-20.