PERSIAPAN
MENYAMBUT RAMADHAN
KHUTBAH JUMAT PERTAMA
إِنَّ
الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً
وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً .
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرُ الْهُدَى
هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرُّ الْأُمُورِ
مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Kaum muslimin wal muslimat Jamaah shalat Jumat yang
dirahmati Allah.
Alhamdulillah,
kita bersyukur kepada Allah karena di hari yang mulia ini kita dikumpulkan
untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Hari Jumat merupakan hari raya kaum muslimin dalam setiap pekannya.
قُلْ
بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا
يَجْمَعُونَ
“Katakanlah,
‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)
Kaum
muslimin wal muslimat yang dirahmati Allah.
Bulan Ramadhan beberapa
saat lagi akan datang menjumpai kita, bulan yang mulia, yang diharapkan oleh
orang-orang shalih perjumpaan dengannya. Di bulan tersebut, seseorang bisa
mengumpulkan pahala yang banyak dengan waktu yang singkat demi mencapai kedudukan
yang mulia di sisi Allah Ta’la.
Sejenak,
marilah kita introspeksi, sudah berapa kali kita mendapati Ramadhan. Namun,
apakah kita telah meraih pelajaran-pelajaran berharga dari bulan Ramadhan?! Sudahkah
Ramadhan membuahkan perubahan dalam pribadi kita ataukah hanya sekedar
rutinitas belaka yang datang dan berlalu begitu saja?!
Oleh
karenanya, perkenankanlah kami pada khotbah kali ini untuk menyampaikan
beberapa pelajaran Ramadhan, semoga
dapat kita pahami, menjadi motivasi, dan dapat kita wujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Amin.
Bulan Ramadhan merupakan
sekolah keimanan dan bengkel yang sangat manjur bagi orang yang mengetahuinya.
Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil darinya, di antaranya:
Ikhlas
Ikhlas
merupakan fondasi pertama diterimanya suatu amalan ibadah seorang hamba. Dalam
ibadah puasa secara khusus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صام رمضان
إيمانا واتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang
siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena
keimanan dan mengharap pahala Allah, maka akan diampunilah dosanya yang telah
lalu.” (HR. bukhori dan Muslim)
Demikian
pula dalam setiap amal ibadah kita, marilah kita ikhlaskan murni hanya untuk
Allah semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah. Ingatlah bahwa
sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan
wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah
hadis riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama
kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shodaqoh, dan pembaca
Alquran. Perhatikanlah, bukankah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah
shodaqoh dan membaca Alquran merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa
mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya, karena mereka kehilangan
keikhlasan dalam beramal.
Mutaba’ah
Mengikuti
sunah merupakan fondasi kedua untuk diterimanya suatu ibadah. Betapa pun
ikhlasnya kita dalam beribadah tetapi kalau tidak sesuai dengan sunah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tertolak dan tidak diterima. Oleh karenanya,
dalam berpuasa kita meniru bagaimana puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
seperti mengakhirkan sahur dan bersegera dalam berbuka.
لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia
akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa
dan mengakhirkan sahur.” (HR. Bukhori-Muslim)
Demikian
pula dalam setiap ibadah lainnya, marilah kita berusaha untuk meniru agar
sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga amal
kita tidak sia-sia belaka.
Benarlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa setiap kebaikan dan
kejayaan hanyalah dengan mengikuti sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
walaupun terkadang akal belum menerima sepenuhnya.
Dalam Perang
Uhud, kenapa kaum muslimin mengalami kekalahan? Jawabannya, karena mereka tidak
taat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya, apabila kita
menginginkan kejayaan maka hendaknya kita menghidupkan dan mengagungkan sunah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan malah merendahkan dan melecehkannya!!
Takwa dan Muroqobah
Meraih
derajak takwa merupakan tujuan pokok ibadah puasa. Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ
مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Takwa
artinya takut kepada Allah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya sesuai dengan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Oleh karenanya, marilah kita koreksi dan bertanya pada hati kita
masing-masing, apakah kita bertujuan hendak meraih tujuan puasa ini?! Akankah
kita memetik buah ketakwaan ini?! Ataukah kita puasa hanya menjalaninya dengan
anggapan sekadar rutinitas saja?!
Seorang yang
berpuasa tidak akan berbuka sekalipun manusia tidak ada yang mengetahuinya
karena merasa takut dan merasa diawasi oleh Allah dalam gerak-geriknya.
Demikianlah hendaknya kita dalam setiap saat merasa takut dan diawasi oleh
Allah di mana pun berada dan kapan pun juga, terlebih ketika kita hanya seorang
diri. Apalagi pada zaman kita ini, alat-alat kemaksiatan begitu mudah
dikonsumsi, maka ingatlah bahwa itu adalah ujian agar Allah mengetahui siapa di
antara hamba-Nya yang takut kepada-Nya.
Persatuan
Bersatu dan
tidak berpecah belah merupakan suatu prinsip yang diajarkan Islam dalam banyak
ayat Alquran dan hadis. Dalam puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
الصَوْمُ
يَوْمَ تَصُوْمُوْنَ وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُوْنَ
“Puasa itu
hari (ketika) manusia berpuasa dan hari raya itu hari (ketika) manusia berhari
raya.” (HR. tirmidzi no. 607 dan dishohihkan al-Albani dalam ash-Shohihah no.
224)
Ya,
demikianlah ajaran Islam yang mulia. Lantas kenapa kita harus berpecah belah
dan fanatik terhadap kelompok dan golongan masing-masing, padahal sembahan kita
satu, Rasul kita satu, ka’bah kita satu, dan Alquran kita satu?! Oleh
karenanya, marilah kita rapatkan barisan kita dan rajut persatuan dengan
mengikuti Alquran dan sunah, taat kepada pemimpin kita, dan mengingkari setiap
pemikiran yang mengajak kepada perpecahan.
Kembali kepada Ajaran Alquran
Bulan Ramadhan adalah
bulan diturunkannya Alquran yang berisi petunjuk bagi umat manusia. Allah
berfirman,
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan, bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan
yang batil).” (QS. Al-Baqarah: 185)
Maka hal ini
memberikan pelajaran kepada kita kaum muslimin agar kembali kepada ajaran
Alquran dengan membacanya, memahami isinya, mengamalkannya, dan menjadikannya
sebagai cahaya dalam menapaki kehidupan ini.
Kehinaan
yang menimpa kaum muslimin pada zaman sekarang tidak lain adalah disebabkan
jauhnya mereka dari Alquran dan sunah.
إِذَا
تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ
بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا
يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Jika kalian
telah berjual beli dengan sistem al-inah (salah sistem menuju riba), kalian
sibuk dengan ekor sapi, rela dengan tanaman, meninggalkan jihad, maka Allah
akan menimpakan kehinaan kepada kalian dan Alah tidak mencabutnya dari kalian
sehingga kalian kepada agama kalian.” (HR. Abu Dawud no. 3462 dan dishohihkan
al-Albani dalam ash-Shohihah no. 11)
Demikian
pula, bencana demi bencana yang menimpa negeri ini dari tsunami, banjir, tanah
longsor, lumpur panas, dan sebagainya, barangkali semua itu karena perbuatan
dosa umat manusia agar mereka segera menyadari dan kembali kepada ajaran agama
yang suci. Allah berfirman,
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah
tampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan ulah perbuatan manusia.” (QS.
Ar-Rum: 41)
Demi Allah,
sesungguhnya kemaksiatan itu sangat berpengaruh pada keamanan suatu negeri,
kenyamanan, dan perekonomian rakyat. Sebaliknya, ketaatan akan membawa
keberkahan dan kebaikan suatu negera. Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّ
أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ
السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ
“Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’rof: 96)
Kasih Sayang Terhadap Sesama
Bulan Ramadhan adalah
bulan kasih sayang dan kedermawanan, karena bulan itu adalah bulan yang sangat
mulia dan pahalanya berlipat ganda. Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang paling dermawan dan lebih dermawan lagi apabila di
bulan Ramadhan, sehingga
digambarkan bahwa beliau lebih dermawan daripada angin yang kencang.
“Barangsiapa
memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala semisal oran gyan
gberpuasa, tanpa dikurangi dari pahala yang orang berpuasa sedikit pun.” (HR.
Tirmidzi no. 807 dan dishohihkan al-Albani)
Hal ini
menunjukkan kepada kita bahwa Islam adalah agama yang rahmat (kasih sayang)
kepada sesama. Bagaimana tidak, di antara nama Allah adalah Rahman dan Rahim
(Maha penyayang), Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga adalah
penyayang, Alquran juga penyayang, lantas bagaimana ajaran Islam tidak
menganjurkan umatnya untuk berbuat kasih sayang kepada sesama?!
Oleh
karenanya, celakalah segelintir orang yang melakukan aksi-aksi terorisme dan
pengeboman yang sangat bertentangan dengan prinsip Islam adalah kasih sayang
sehingga menimbulkan kerusakan yang sangat banyak seperti hilangnya keamanan
negara, hilangnya nyawa, rusaknya bangunan, tercemarnya nama Islam, dan lain
sebagainya.
أقول قولي
هذا، وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين والمسلمات، فاستغفروه إنه هو الغفور
الرحيم
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ
لِلهِ رَبِّ الْعَالَـمِيْنَ، أَمَرَنَا بِاتِّبَاعِ صِرَاطِهِ الْـمُسْتَقِيْمِ
وَنَهَانَا عَنِ اتِّبَاعِ سُبُلِ أَصْحَابِ الْـجَحِيْمِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْـمَلِكُ الْبَرُّ الرَّحِيْمُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ اْلبَلاَغَ
الْـمُبِيْنَ وَقَالَ: عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ تَلَقَّوْا عَنْهُ
الدِّيْنَ وَبَلَّغُوْهُ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Akhlak yang Baik
Puasa tidak
hanya menahan makan dan minum semata, tetapi lebih dari itu, yaitu menahan
anggota badan dari bermaksiat kepada Allah. Menahan mata dari melihat yang
haram, menjauhkan telinga dari mendengar yang haram, menahan lisan dari mencaci
dan menggibah, menjaga kaki untuk tidak melangkah ke tempat maksiat. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barang
siapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalannya serta kebodohan, maka
Allah tidak butuh dia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari sinilah
kita mengetahui hikmah yang mendalam dari disyariatkannya puasa. Andaikan kita
terlatih dengan pendidikan yang agung ini, niscaya Ramadhan akan berlalu sedang manusia berada
dalam akhlak yang agung.
Dalam
riwayat Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa wanita para sahabat menyuruh
anak-anak mereka berpuasa, lalu apabila ada seorang anak yang menangis minta
makan, maka dibuatkan mainan sehingga lupa hingga datang waktu berbuka.
Demikianlah hendaknya
orang tua, mendidik anak-anak mereka dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah.
Ingatlah wahai kaum muslimin wal muslimat, anak merupakan anugerah dan nikmat
dari Allah sekaligus amanat dan titipan Allah pada pundak kita yang dimintai
pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah.
“Setiap
kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas
kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Marilah kita
didik anak kita dengan keimanan, ibadah, dan ketaatan serta hindarkan mereka
dari teman-teman jelek yang kerap meracuni anak-anak kita. Hal ini lebih
ditekankan lagi pada zaman ini di mana pergaulan, pengaruh, dan polusi-polusi
kesucian anak begitu semarak mencari mangsanya sehingga sedikit sekali yang
selamat darinya. Lihatlah mana anak-anak muda sekarang yang aktif di masjid?!
Mana anak-anak muda sekarang yang siap menjadi imam shalat dan khotib Jumat?!!
Berjuang Melawan Hawa Nafsu
Dalam puasa
seorang muslim dituntut untuk melawan hawa nafsunya. Dia harus sabar menahan
rasa lapar dan dahaga serta keinginan bersenggama yang sangat disenangi oleh
nafsu manusia. Dia melawan kemauan hawa nafsu tersebut untuk mendapatkan ridha
dan kecintaan Allah.
Demikian
hendaknya setiap kita wahai kaum muslimin harus lebih mengedepankan cinta Allah
daripada kemauan hawa nafsu yang kerap mengajak kepada kemaksiatan.
وَمَآأُبَرِّئُ
نَفْسِي إِنَّ النَّفْسَ لأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلاَّ مَارَحِمَ رَبِّي
“Sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)
Maka siapa
saja di antara kita yang terjerumus dalam dosa maka hendaknya dia berjuang
melawan hawa nafsunya demi mendapatkan kecintaan Allah.
Konsisten/Terus di Atas Ketaatan
Ibadah puasa
mengajarkan kepada kita untuk tetap konsisten dalam ketaatan. Oleh karena itu,
perhatikanlah hadis berikut:
“Dari Aisyah
radhiallahu ‘anha berkata, ‘Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila
memasuki sepuluh akhir bulan Ramadhan maka beliau bersungguh-sungguh
ibadah, menghidupkan malam, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Demikianlah
suri teladan kita, justru lebih bersungguh-sungguh di akhir Ramadhan, bukan
terbalik seperti kebanyakan di antara kita, di awal Ramadhan kita semangat tetapi di akhir-akhir
Ramadhan sibuk
dengan baju baru, kue lebaran, dan hiasan rumah.
Jadi,
persiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya menjelang Ramadhan ini. Jangan sampai kita hanya
melewatinya sebagai rutinitas tahunan dan membiarnya berlalu tanpa makna yang
spesial.
Ya Allah,
ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa keluarga kami, orang tua kami, istri dan
anak-anak kami serta saudara-saudara kami semuanya.
Ya Allah,
perbaikilah keadaan kami, perbaikilah hati kami, dan perbaikilah keadaan negara
kami.
Ya Allah,
berilakanlah kekuatan dan hidayah kepada para pemimpin kami dalam menjalankan
amanah-Mu dengan sebaik-baiknya.
Ya Allah,
turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi, ya Allah luaskanlah rezeki untuk
kami dengan rezeki yang halal.
Ya Allah,
janganlah Engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami kecuali Engkau telah
mengampuninya, dan suatu hutang kecauli engkau melunasinya, sakit kecuali
engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau memudahkannya.
اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِي وَعَنْ جَمِيْعِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ لَـهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمَ الدِّيْنِ
اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْـمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ
وَالْـمُشْرِكِيْنَ. وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، وَانْصُرْ عِبَادَكَ
الْـمُوَحِّدِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْـمُسْلِمِيْنَ في كُلِّ
مَكَانٍ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْـمُسْلِمَاتِ وَالْـمُؤْمِنِيْنَ
وَالْـمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ … اذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ الْـجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
DOA PENUTUP KHUTBAH JUMAT
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ
عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا
وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا
وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
Allahummagh fir lilmuslimiina wal muslimaati, wal
mu’miniina wal mu’minaatil ahyaa’I minhum wal amwaati, innaka samii’un qoriibun
muhiibud da’waati.
Robbanaa laa tuaakhidznaa in nasiinaa aw akhtho’naa. Robbanaa walaa tahmil
‘alaynaa ishron kamaa halamtahuu ‘alalladziina min qoblinaa.Robbana walaa
tuhammilnaa maa laa thooqotalanaa bihi, wa’fua ‘annaa wagh fir lanaa war hamnaa
anta maw laanaa fanshurnaa ‘alal qowmil kaafiriina.
Robbana ‘aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa ‘adzaabannaar.
Walhamdulillaahi robbil ‘aalamiin.
Syarat - Syarat Khutbah :
1. Khatib harus
suci dari hadats, baik hadats besar maupun hadats kecil.
2. Khatib harus
suci dari najis, baik badan, pakaian, maupun tempatnya.
3. Khatib harus
menutup auratnya.
4. Khatib harus
berdiri bila mampu.
5. Khutbah
harus dilaksanakan pada waktu dzuhur.
6.
Khutbah harus disampaikan dengan suara keras sekira
dapat didengar oleh empat puluh orang yang hadir.
7.
Khatib harus duduk sebentar dengan thuma’ninah (tenang
seluruh anggota badannya) di antara dua khutbah.
8.
Khutbah pertama dan khutbah kedua harus dilaksanakan
secara berturut-turut, begitu pula antara khutbah dan shalat jum’ah.
9.
Rukun-rukun khutbah harus disampaikan dengan bahasa
arab, adapun selain rukun boleh dengan bahasa lain.
Rukun-Rukun
Khutbah :
1.
Khatib harus membaca Hamdalah (melantunkan Pujian
kepada Allaah Subahanahu Wata'ala) , pada khutbah pertama dan khutbah kedua.
2.
Khatib harus membaca Shalawat kepada Rasulullah saw,
pada khutbah pertama dan Khutbah kedua.
3.
Khatib harus berwasiat kepada diri sendiri dan jama'ah
agar bertaqwa kepada Allah, baik pada khutbah pertama maupun khutbah kedua.
4.
Khatib harus membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu
dari dua khutbah.
- Khatib
harus mendoakan seluruh kaum muslimin pada khutbah kedua.
Sunnah-Sunnah
Khutbah :
1. Khutbah
hendaknya disampaikan di atas mimbar, yang berada disebelah kanan mihrab.
2. Khatib
hendaknya mengucapkan salam, setelah berdiri di atas mimbar (sebelum
berkhutbah).
3. Khatib
hendaknya duduk sewaktu adzan sedang dikumandangkan oleh Bilal.
4. Khatib
hendaknya memegang tongkat dengan tangan kiri.
5.
Khutbah hendaknya disampaikan dengan suara yang baik
dan jelas, sehingga mudah dipahami dan diambil manfaatnya oleh para hadlirin.
- Khutbah
hendaknya tidak terlalu panjang.